Pagi itu, aku pergi
dengan semangat. Hari ini hari pertama masuk sekolah setelah libur beberapa
hari di awal ramadhan. Pesantren ramadhan pertamaku di sekolah ini akan segera
dimulai. Aku dan beberapa teman-temanku anak kelas X lainnya mengambil tempat
terdepan. Kami akan melaksanakan pesantren ramadhan di masjid sekolah. Masjid
yang merupakan masjid sekolah yang terbesar di bumi Raflesia ini.
Pak
Ustadz sudah siap memberikan materi dari mimbar. Materi pertama adalah tentang
hijab. Pak Ustadz menjelaskan panjang lebar materi tentang hijab dengan
menarik. Saat tiba sesi Tanya jawab, salah seorang temanku yang sama-sama
berasal dari tsanawiyah dulu bertanya. “Pak ustadz, boleh tidak kalau kita
tidak pakai jilbab di rumah dan sekitarnya? Berjilbabnya ketika sekolah atau
pergi-pergi jauh saja?”
Aku tersenyum mendengar pertanyaan teman
itu. Sebenarnya itu juga pertanyaan yang ada dalam benakku. Selama ini aku juga
hanya berjilbab ketika sekolah dan pergi saja. Itupun karena aku sekolah di
madrasah yang memang di tuntut untuk seperti itu. Tapi di rumah aku tidak pakai
jilbab, kan panas dan repot masa di rumah sendiri saja harus pakai jilbab juga.
Sedangkan teman-temanku yang sekolah di SMP dan SMA jangankan untuk mengenakan
jilbab, seragam sekolah mereka saja baju lengan pendek dan rok pendek. Anak
sekolah yang berjilbab di SMA saat itu sangat langka. Timbul juga pertanyaan,
apakah yang kulakukan selama ini sudah benar?
Dengan
bijak Pak Ustadz menjawab pertanyaan dari temanku tadi.
”Kita
berjilbab bukan berdasarkan dimana kita berada, tapi perhatikan siapa yang ada
di hadapan kita atau siapa yang melihat kita”. Terang Pak Ustadz.
“Kita
boleh tidak berjilbab di tengah lapangan ini, dengan syarat tidak ada non
mahram yang melihat. Misalnya tengah malam kita tidak berjilbab di lapangan
ini, tafadhol. Atau kita pergi ke bulan yang tidak ada orangnya maka tidak
berdosa kita tidak menggunakan jilbab di sana. Tapi jika ada non mahram yang
melihat kita, maka kita wajib mengenakan jilbab walaupun di rumah sendiri”
Begitulah penjelasan
Pak Ustadz. Sebuah penjelasan yang sepertinya sederhana namun sungguh mengena
di hatiku. Hari itu aku bagaikan Einstein yang kejatuhan buah apel dan
memikirkan kenapa hal tersebut bisa terjadi, sehingga timbullah konsep tentang
gravitasi. Hari itu aku bagaikan Archimedes yang berendam di bath up-nya,
mengamati jumlah air yang tumpah setiap kali dia memasukkan bagian tubuhnya
sampai akhirnya berkata ’ahaa’ lalu menemukan hukum Archimedes. Ya, hari itu,
pagi itu, merupakan sebuah momentum berharga dalam hidupku. Seperti halnya
Einstein yang sudah sering melihat benda jatuh ke bawah. Seperti hal nya
Archimedes yang pasti sebelumnya sudah sering berendam dan melihat air tumpah.
Tapi saat-saat berharga itulah momen penting dalam hidup mereka. Saat-saat tak
ternilai itulah detik-detik paling berharga bagi mereka, di saat mereka medapat
ilham dan akhirnya menemukan ide-ide cemerlang.
Sebagai seorang anak
dari madrasah tentu aku sudah sering mendengar bahwa berjilbab itu wajib. Tentu
sudah tahu dalil-dalilnya, begitu juga dengan teman-temanku yang lain. Termasuk
teman yang bertanya tadi. Kami tahu namun memang kami belum menjiwai tentang
kewajiban berjilbab tersebut. Hari itu, di pesantren ramadhan itu. Melalui
kata-kata seorang ustadz yang luar biasa. Sebuah perubahan terjadi dalam
hidupku. Semangat itu terasa begitu besar, tekad untuk berubah menjadi lebih
baik itu sepertinya begitu kuat. Telah ku azzamkan mulai saat itu aku akan
berjilbab dengan baik. Sebenar-benarnya mengenakan jilbab. Bukan hanya sebagai
seragam sekolah saja. Bukan untuk pakaian bepergian saja, bukan lagi jilbab
yang bisa dibongkar pasang. Hari itu, sepulang sekolah kunyatakan niat baikku
pada mamaku. Mama dengan senang menyambut baik maksudku dan akhirnya bersedia
memenuhi tuntutanku untuk minta dibelikan baju-baju yang syar’i.
Sebagai
orang muslim, aku yakin banyak yang tahu bahwa berjilbab itu wajib. Buktinya
para muslimah selalu menutup auratnya dengan mukena setiap akan shalat. Mereka
tahu bahwa itu perintah Allah dan diwajibkan dalam islam. Mereka yakin bahwa
ibadah mereka, shalat mereka tidak akan diterima tanpa menutup aurat. Namun
keyakinan itu mereka tanggalkan dengan mudahnya seusai shalat, semudah mereka
menanggalkan mukena yang mereka kenakan. Sebenarnya banyak yang tahu, namun
sedikit yang memahami.
Selain
momen ketika pesantren ramadhan itu, ada satu hal penting lagi yang berperan
dalam perubahanku. Yaitu seorang ukhty, teman sepermainanku sejak kecil. Sejak
SD kami sudah satu kelas dan dulu kami pernah bertekad akan satu sekolah lagi
dan akan berjilbab ketika SMP nanti. Manusia hanya bisa berencana namun
Allahlah yang menentukan segalanya. Temanku itu diterima di SMP yang kami
idam-idamkan, dia lulus di kelas unggul pula. Sebenarnya aku juga diterima di
kelas yang sama dengannya, namun karena sesuatu dan lain hal serta tuntutan
dari nenek dan keluargaku yang lebih menginginkan aku masuk sekolah agama.
Akhirnya aku bersedia untuk bersekolah di Madrasah Tsanawiyah.
Sekali
lagi manusia hanya bisa berencana namun Allah yang menentukan segalanya.
Temanku berhasil masuk ke sekolah yang di inginkannya, namun aku yang pertama
kali berjilbab ke sekolah. Tentu saja karena aku sekolah di MTs yang memang
seragamnya seperti itu. Sementara temanku yang bersekolah di SMP tetap belum
berjilbab dan masih berseragam pendek. Saat itu memang sangat jarang ada anak
SMP yang berjilbab. Temanku itu bergabung di rohis sekolahnya, dia juga belajar
banyak ilmu agama walaupun sekolah di SMP dan sepertinya dia lebih cepat paham
dari pada aku yang sudah sekolah di sekolah agama. Ada suatu hal yang sangat
membuatku kagum padanya. Jika dia sudah yakin akan sesuatu, maka Ia benar-benar
akan melaksanakannya dengan sepenuh hati dan dengan usaha yang maksimal. Pernah
di suatu pagi saat aku masih kelas 3 MTs, kulihat temanku itu keluar dari
rumahnya menuju sekolah dengan menggunakan baju batik lengan panjang, rok hitam
panjang dan jilbab hitam yang tebal dan juga panjang. Saat itu aku sangat
terkejut dia saat itu langsung menggunakan pakaian yang panjang, rapi dan
menutup. Padahal aku sangat yakin, pagi sebelumnya dia masih menggunakan baju
batik lengan pendek dan rok pendekya ke sekolah. Temanku inilah yang selalu
menyemangatiku dan mendukung perubahanku.
Proses
perubahan itu tidak berakhir begitu saja, aku juga berusaha mencari komunitas
yang lebih baik sampai akhirnya aku bergabung dengan rohis dan berkenalan
dengan tarbiyah. Tarbiyah yang telah membuka cakrawala, tarbiyah yang telah
mengubah paradigma, tarbiyah yang telah mengubah obsesi dan orientasi, tarbiyah
yang telah mengubah omelan menjadi amalan. Tarbiyah yang telah mengubah potensi
menjadi prestasi dan tarbiyah yang telah menjebatani diri kepada cahaya illahi.
Di sini aku bertemu orang-orang luar biasa yang tidak hanya memikirkan dirinya
sendiri, tapi selalu mau berkorban untuk orang lain. Di sini aku bertemu dengan
guru-guru yang luar biasa, yang tidak pernah bosan mengajak kami pada kebaikan.
Walaupun aku dan teman-teman masih sering kabur saat acara rohis dan mentoring.
Di sini aku belajar tentang kejujuran, tentang prinsip hidup dan tentang rasa
percaya diri.
Karena rohis aku yang
lebih baik, lebih rajin dan lebih memiliki tujuan yang jelas. Karena rohis aku
belajar menjadi orang jujur dan berprinsip. Sejak bergabung dengan rohis aku
selalu jujur dalam ujian, karena kami di ajarkan untuk percaya pada diri
sendiri dan tidak pernah mau menggantungkan kesuksesan pada orang lain. Tidak
seperti waktu di MTs dulu, aku pernah mengobral jawaban UN ku ke seluruh kelas,
bahkan sampai ke seluruh penjuru sekolah. Di sini kami diajarkan bahwa dalam
ujian baik mencontek / meminta jawaban maupun memberikan jawaban saat ujian itu
hukumnya haram. Di sini aku belajar puas dengan hasilku sendiri dan belajar
untuk berusaha lebih keras serta menghilangkan segala macam bentuk
kesetiakawanan saat ujian. Karena rohis aku belajar menjadi pribadi yang lebih
baik. Jadi aku sangat tidak setuju sama sekali dengan pemberitaan yang
menyatakan bahwa rohis itu perekrutan teroris muda.
Begitulah ceritaku
bertahun lalu, perjalananku mendapatkan hidayah. Sekarang aku sudah jadi
mahasiswa di salah satu universitas negeri di kota Padang. Sebuah kota yang dikenal
religius, di sini mayoritas penduduknya berjilbab. Teman-temanku di kelas
semuanya juga berjilbab. Sangat berbeda keadaannya dengan kota tempatku
dibesarkan. Sekarang di kampus ini aku bergabung dengan Forum Study Islam
Al-Qalam (FORSIA FMIPA UNP). Di sini kutemukan sahabat-sahabat perjuangan yang
baru. Teman-teman yang memberi inspirasi dan mengajarkan banyak hal padaku. Di
sini aku belajar bagaimana mengemban amanah, belajar ikhlas, belajar
bertanggung jawab dan belajar banyak hal dalam kehidupan.
Tak terasa masaku di
kampus ini sebentar lagi akan berakhir. Sekarang aku sudah tahun empat, sedang
menjalani praktek lapangan mengajar di sebuah SMA. Melihat siswa-siswa itu
teringat kembali masa sekolahku dulu. Saat seusia mereka aku mendapatkan hidayah,
saat seusia mereka aku memutuskan untuk berhijab dengan baik. Sekarang sebagai
seorang guru akankah aku bisa memberikan sesuatu yang berharga untuk mereka.
Memberikan apa yang telah di berikan guru-guruku dulu kepadaku. Menjadi seorang
yang menginspirasi bagi mereka.
Bagiku masa empat tahun
di kampus, sesungguhnya bukanlah waktu untuk mengakhiri perjuangan ini. Namun
inilah waktu kita untuk memulai perjuangan yang sebenarnya. Waktu untuk
membayar apa yang telah aku dapatkan di sekolah dulu. Perjuangan yang
sebenarnya baru akan di mulai, berusaha untuk sosok yang bisa menginspirasi dan
bisa mengilhami banyak orang. Berusaha untuk memberikan apa yang telah
kudapatkan dulu kepada siswa-siswaku.
Terimakasih untuk semua
yang telah berjasa dalam hidupku, orang tuaku, seorang ukhty yang luar biasa
(teman sejak kecilku, akhirnya kita dipertemukan lagi di kota Padang ini), guru-guruku,
Murabbiku, teman-teman selingkaranku. Kakak-kakak, teman-teman, serta
adik-adikku Terkhusus sahabat-sahabat seperjuanganku di FORSIA.
Untuk teman-teman yang
biasa jadi instruktur pesantren ramadhan.persiapkan diri dengan sebaik-baiknya.
Karena kita tidak tahu dari ucapan dan kata-kata kita, mungkin bisa menyentuh
hati adik-adik itu dan mungkin saat itu bisa menjadi salah satu momen penting
dalam hidup mereka.
No comments:
Post a Comment