Baru
saja kita melewati tahun baru islam, tahun baru hijriyah. Ada berbagai acara
yang di lakukan dalam rangka menyambut hari besar ini seperti pawai obor, istighazah,
dan khitan massal namun di daerah Bengkulu dan Pariaman (Sumatra Barat) momen
ini dirayakan agak berbeda, yaitu dengan perayaan Tabot (tabuik).
Tanggal
10 Muharam merupakan saat yang dinanti-nanti oleh masyarakat Bengkulu. Berbondong-bondong
orang pergi menyaksikan festival tabot tebuang (terbuang) sebuah acara yang
sudah menjadi tradisi turun temurun bagi masyarakat Bengkulu. Pada hari itu
berpuluh-puluh tabot dengan berbagai bentuk dan warna, akan diarak mengelilingi
kota lalu dibuang ke tempat pembuangannya.
Tabot
(di Pariaman dikenal dengan Tabuik) berasal dari kata tabut (bahasa arab) yang
artinya kotak atau peti kayu. festival tabot yang dikenal saat ini adalah
serangkaian acara yang dilakukan kaum syi’ah guna mengenang syahidnya Imam
Husain bin Ali bin Abi Thalib, yang gugur dalam perang melawan pasukan
Ubaidillah bin Zaid di Padang Karbala, Iran. Husain meninggal dengan tubuh
terpisah-pisah karena kekejaman pasukan lawan yang jumlahnya 30 kali lebih
banyak dari pasukan Husain.
Tabot
dikenal di Bengkulu sejak tahun 1685 pertama kali dicetuskan oleh Syeh Burhandin
(Imam Selongo), seorang pekerja dari India yang saat itu bertugas membangun
Benteng Malborough di Kota Bengkulu. Selanjutnya beliau menetap dan menikah
dengan wanita Bengkulu. Tradisi tabot ini terus diwariskan pada anak dan
keturunannya sehingga rutin dilaksanakan tiap tahunnya. Awalnya tabot hanya
dikenal di Bengkulu, lalu menyebar ke Painan, Padang, Pariaman, hingga ke Aceh,
daerah Moulabuh dan Singkil.namun pelaksanaan tabot di tempat lain tidak
berlangsung lama. Sekarang tabot hanya bisa ditemui di Bengkulu dan Pariaman
saja.
Pelaksanaan tabot di dua tempat ini memiliki perbedaan namun tetap memiliki maksud yang sama. Pelaksanaan tabot di Bengkulu lebih rapi dan meriah di bandingkan dengan di Pariaman.
Pelaksanaan tabot di dua tempat ini memiliki perbedaan namun tetap memiliki maksud yang sama. Pelaksanaan tabot di Bengkulu lebih rapi dan meriah di bandingkan dengan di Pariaman.
Rangkaian
acara dari tabot di Bengkulu dimulai dari pengambilan tanah pada tanggal 1 Muharam,
lalu upacara duduk penja (pending jari-jari melambangkan potongan tangan dari
Husein.) selanjutnya dilakukan pemasangan kepala tabot. Tabot yang ada saat ini
adalah suatu bangunan bertingkat-tingkat yang panjang bagian dasarnya sekitar
1,5 sampai 3 meter. Untuk tabot adat yang dibuat oleh keluarga tabot
(orang sipai, keturunan syeh Burhanudin) bentuk dan ukurannya ditentukan oleh
adat dan undang-undang. Sedangkan untuk tabot pembangunan (dibuat oleh selain
keluarga tabot) bentuk dan ukurannya bisa lebih bervariasi, tidak terlalu
terikat dengan aturan. Setelah tabot selesai, pada malam tanggal 9 Muharram,
semua tabot dibawa ke tanah lapang. Malam ini disebut malam tabot besanding
atau malam arak gedang. Acara akhir dari rangkaian acara ini adalah arak-arakan
tabot tebuang (pagi 10 Muharram). Tabot diarak menuju tempat pembungannya.
Sebagian menuju Pantai Panjang, sebagian lagi menuju Karabela yaitu suatu daerah
di Bengkulu yang menjadi simbol Padang Karbala tempat Husain meninggal.yang
juga merupakan makam Syeh Burhanudin (Iman Selonngo).
Perayaan
tabot ini telah mengalami percampuran budaya atau akulturasi antara budaya
daerah asalnya dan budaya Bengkulu. Awalnya acara ini dilaksanakan dalam rangka
berkabung atas meninggalnya Husain dan untuk memenuhi tradisi keluarga. Namun
sekarang perayaan tabot ini lebih menjadi suatu bentuk pelestarian budaya yang
ada di Bengkulu, dan untuk menarik minat para turis baik dari dalam maupun luar
negeri agar tertarik datang ke Bengkulu. Sekarang tidak hanya keturunan
keluarga tabot saja yang merayakannya tapi dari berbagai pihak dan instansi
bahkan perusahaan juga turut serta dalam acara ini.
Walaupun
kelihatannya sangat berkaitan dengan hari besar islam, dan sebagai rasa
berkabung terhadap meninggalnya cucu Rasulullah. Acara tabot ini sebenarnya
masih jauh dari budaya / aturan Islam. Hal ini merupakan bid’ah yang tidak ada
tuntunan dan ajarannya dalam Islam. Selain itu warga Bengkulu khususya keluarga
Tabot yang masih ada saat ini percaya bahwa bila tabot tidak diadakan atau ada
prosesnya yang kurang sempurna, maka mereka akan mendapat bencana. Ini
merupakan contoh nyata sikap syirik dan pemahaman yang salah dari masyarakat. Ini
menunjukkan aqidah yang belum bersih. Selain itu acara tabot juga diikuti oleh
berbagai perlombaan, seperti lomba tari, menyanyi,dol, dan berbagai pertunjukan
seni lainnya. Mulai tanggal 1 sampai dengan 10 Muharam diadakan pasar Tabot, di
tempat tabot besanding. Di sana terdapat banyak orang yang berjualan dan
berbagai wahana permainan. Hal ini di lakukan dalam rangka menyukseskan acara
Tabot. Itulah sebabnya mengapa festival tabot ini menjadi acara besar yang ditunggu-tunggu
oleh masyarakat Bengkulu setiap tahunnya.
Sebagai
seorang muslim yang cerdas seharusnya kita tahu bagaimana menyikapi masalah
ini. Sesuatu yang melanggar syariat agama sekarang sudah menjadi hal biasa yang
dianggap wajib dilakukan. Tabot/Tabuik merupakan suatu acara yang jauh dari
kesan Islam walaupun mengatasnamakan agama. Bila kita turut seta berpartisipasi
dalam rangkaian acara ini, berarti kita telah membantu menyukseskan festival
tabot ini dan menunjukkan rasa dukungan kita terhadap praktik syirik dan bid’ah
yang nyata terlihat di tengah masyarakat.
REFERENSI
Ritual Budaya
Tabot Sebagai Media Penyiaran Dakwah Islam di Bengkulu, Bambang Indarto,
Wikipedia
Indonesia.
Dari berbagai
sumber lainya serta pengamatan dan pengalaman penulis.
No comments:
Post a Comment